Senin, 22 Juni 2015

SEJARAH & INFLASI NEGARA PERU

SEJARAH PERU
Sebelum orang Spanyol tiba, Peru merupakan letak dari berbagai kebudayaan pra-Inca dan kemudian, Kerajaan IncaFrancisco Pizarro mendarat di pantai Peru pada 1532, dan pada akhir 1530-an, Peru menjadi Virreinato dan sebuah sumber emas, dan perak utama bagi Kerajaan Spanyol.
Peru mengumumkan kemerdekaannya dari Spanyol pada 28 Juli 1821 berkat aliansi antara tentara Argentina José de San Martín, dan tentara Neogranadine Simon Bolivar. Presiden terpilih pertamanya, tetapi, tidak berkuasa sampai 1827. Dari 1836 sampai 1839 Peru, dan Bolivia menjadi satu dalam Konfederasi Peru-Bolivia, dibubarkan setelah konflik bersenjata dengan Chili dan Argentina. Antara tahun-tahun ini, ketidakamanan politik tidak berakhir, dengan tentara sebagai kekuatan politik yang penting.
Sekali lagi, antara 1879, dan 1883, Peru, dan Bolivia membuat aliansi, dan berperang melawan Chili dalam Perang Pasifik. Setelah peperangan berakhir (dengan kehilangan provinsi Tarapaca), kestabilan politik tercapai, selama masa awal 1900-an; sampaiAugusto Leguia dan kediktatorannya datang.

INFLASI PERU
Negara  yang mengalami hiperinflasi adalah Peru kurun Juli 1990 hingga Agustus 1990 dengan inflasi 5% membuat harga barang melonjak dua kali lipat setiap 13 hari, 2 jam.
Menurut sejarahnya, hiperinflasi terjadi karena pertempuran panjang. Ini menjadi inflasi kedua di abad ke-20. Selama paruh pertama tahun 1980-an, Presiden Peru pada masa itu Fernando Belaunde dihadapkan dengan kebijakan penghematan yang diberlakukan pemberi pinjaman IMF menyusul krisis keuangan Amerika Latin yang dimulai di awal dekade.

KEBIJAKAN PEMERINTAH UNTUK MENEKAN INFLASI PERU
·         Kebijakan Moneter
Kebijakan moneter menjadi salah satu pilihan dalam mengahadapi hyper inflasi yang dialami Peru. Hal ini dikarenakan deficit anggaran dianggap sebagai pemicu dari timbulnya hyper inflasi di akhir tahun 1980an. Kebijakan moneter pada dasarnya merupakan suatu kebijakan yang bertujuan untuk mencapai keseimbangan internal (pertumbuhan ekonomi yang tinggi, stabilitas harga, pemerataan pembangunan) dan keseimbangan eksternal (keseimbangan neraca pembayaran) serta tercapainya tujuan ekonomi makro, yakni menjaga stabilisasi ekonomi yang dapat diukur dengan kesempatan kerja, kestabilan harga serta neraca pembayaran internasional yang seimbang. Apabila kestabilan dalam kegiatan perekonomian terganggu, maka kebijakan moneter dapat dipakai untuk memulihkan (tindakan stabilisasi). Langkah awal yang digunakan adalah melepaskan kontrol harga dan subsidi. Kestabilan moneter diharapkan tercipta dengan membuat Bank sentral independen dan berkomitmen untuk melakukan beberapa tindakan moneter yang bias menekan inflasi. Inflasi tahunan turun dari 7650% pada 1990 menjadi 139% di tahun 1991, dan turun lagi menjadi 57% pada tahun 1992. Tingkat inflasi terus menurun meskipun tidak bias mengikuti harapan IMF sebesar 25% pada tahun 1993, namun penurunan inflasi ini masih bias ditingkatkan. Cadangan devisa Netto yang dimiliki oleh Bank Sentral meningkat dari sebelumnya minus 105 juta US dollar pada juli 1990 menjadi 2.32 milyar US dollar pada april 1993. Sejalan dengan komitmen Bank untuk mencegah inflasi, maka tingkat penyediaan uang diatur sedikit sekali, dan tentu saja lebih sedikit dari jumlah inflasi bulanan. Pada saat yang bersamaan, system cadangan yang dibutuhkan, digunakan untuk membantu meningkatkan nilai Nuevo Sol. Ketika bank- bank komersial menawarkan tingkat suku bunga tinggi pada penyimpanan dollar, Bank sentral mencoba menahannya dengan menaikkan nilai deposit sebanyak 50% pada dollar dan menurunkan nilai dposit Nuevo sol menjadi 15% saja.
·         Kebijakan Tarif

Perubahan pada sistem tarif adalah merupakan indikasi yang paling jelas dari determinasi pemerintahan Fujimori dalam melepaskan kaitannya dengan rezim terdahulu. Dalam menjalankan kekuasaannya, pemerintahan Fujimori mempersiapkan berbagai tugas guna menghapuskan ketidakefisienan dan pemborosan campur tangan Negara yang diciptkan oleh Gracia. Struktur tariff impor disederhanakan secara besar-besaran. Jumlah tingkat tariff yang dikenakan pada nilai impor ad volarem CIF (cost, insurance and freight) dikurangi dari 56% menjadi 2-15% dan 25%. Kebanyakan barang dikenakan tariff sebesar 15% dan 25% untuk barang-barang konsumsi
.
·         Kebijakan Fiskal

Langkah pertama yang diambil yaitu menyederhanakan sistem. Presiden alberto Fujimori mengurangi jumlah pajak yang dibebankan kepada masyarakat, dengan jaminan bahwa penerimaan Negara dari sektor pajak tidak boleh melebihi 12% dari GDP 1991. Jumlah pajak berkurang dan kini hanya ada lima pajak yang ditarik oleh negara yaitu
• Pajak penjualan (impuesto general a las ventas)
• Pajak barang konsumsi pilihan (impuesto selective al consumo)
• Pajak pendapatan (impuesto a la renta)
• Pajak perusahaan
• Pajak impor

Selain dari pajak-pajak tersebut, masih terdapat penarikan-penarikan yang dilakukan pemerintah guna menambah anggaran Negara. Salah satu contohnya yaitu penarikan yang dikenakan pada pendapatan (berkisar antara 5 sampai 20%) yang diumumkan pada awal juni 1991. Pajak ini dikumpulkan guna membayar pengeluaran tambahan di paruh tahun kedua yang digunakan untuk membayar peningkatan gaji pegawai negeri. Cara ini mendapat tantangan keras dari kongres. Selain menyederhanakan sistem pajak, Alberto Fujimori juga melakukan pengaturan ulang terhadap badan administrasi pajak, Superintendency of Tax Administration. Jaringan pengawasan ditingkatkan dan kekuasaan Superintendency of Tax Administration diperbesar. Perubahan ini akhirnya terwujud setelah memakan waktu kurang lebih dua tahun, dan akhirnya disahkan pada desember 1992 melalui Undang-Undang Rasionalisasi sistem pajak nasional serta penghapusan hak istimewa dan penyuapan.